Surakarta atau yang lebih dikenal dengan Solo
memiliki banyak bangunan peninggalan bersejarah. Salah satunya Omah Lowo. Omah
artinya rumah sedangkan Lowo artinya kelelawar. Omah Lowo merupakan sebuah
rumah di ujung Jalan Slamet Riyadi dan Jalan Perintis Kemerdekaan, Solo.
Omah Lowo |
Rumah bergaya klasik ini menjadi sarang kelelawar. “Kalau
pagi sampai sore, hanya terdengar suara kelelawarnya saja. Tetapi, petang hari,
saat kelelawar keluar dari Omah Lowo, akan terlihat ribuan kelelawar terbang
mencari makan,” ungkap Virginia Anggistania, Public Relations Officer Aston
Solo, hotel yang berhadapan dengan Omah Lowo.
Perempuan yang akrab disapa Nia ini menuturkan
pemandangan kelelawar terbang di petang hari menjadi atraksi yang menarik bagi
tamu hotel Aston. Ada tamu yang menonton dari kamar hotel, lobi hotel, dan dari
kolam dan restoran yang berada di lantai 6.
Dari referensi yang ada, Omah Lowo merupakan rumah
seluas 1.500 meter persegi di lahan seluas 3.000 meter persegi itu peninggalan
Belanda pada abad ke-19. Terakhir, rumah tersebut dihuni saudagar bernama Sie
Djian Ho beserta keluarganya di tahun 1945. Sie Djian Ho merupakan pemilik
pabrik es, penerbitan, dan perkebunan.
Pada masa peperangan, Omah Lowo sempat menjadi basis
persembunyian tentara Indonesia saat Belanda dan Inggris. Rumah ini juga pernah
menjadi gedung veteran, lalu menjadi kantor haji dan kamar dagang Kota
Surakarta pada tahun 1980-an.“Saat Pak Jokowi menjadi Walikota Surakarta sudah
ada rencana untuk membeli Omah Lowo. Kini status Omah Lowo termasuk cagar
budaya,” imbuh Nia. (Ngurah Budi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar