Senin, 20 November 2017

Gentakori: Generasi Pecinta Kopi dan Lari

Hidup sehat merupakan impian dari semua orang. Berbagai cara dilakukan untuk bisa hidup sehat. Salah satunya dengan rajin olahraga.

Saya termasuk orang yang ingin hidup sehat. Dari kecil saya senang olahraga, walau hanya sekadar saja. Main sepak bola, wajib. Posisi favorit saya kiper, karena tidak perlu banyak lari. Saya juga senang main biliar, pingpong, basket, kasti, bersepeda, dll. Saking banyaknya, saya hanya sekadar bermain saja, istilahnya “follower” kecuali untuk biliar.

Waktu kelas 5 SD, di rumah punya empat meja biliar untuk disewakan. Tiap hari saya berkutat dengan stik dan bola biliar. Pola permainan saya terasah dari hasil melihat dan latihan. Lawan saya lebih sering orang dewasa karena saya ditolak untuk bermain melawan anak-anak sebaya.

Masuk SMP 3 Abiansemal, saya suka naik sepeda. Jarak rumah dan sekolah sekitar 3 km saya tempuh dengan naik sepeda bersama teman-teman. Kalau hujan atau sedang malas, kami naik BMW (Bemo Merah Warnanya), angkutan warna merah jurusan Denpasar-Peguyangan-Pelaga.

Pelajaran olahraga jadi salah satu favorit saya, terutama sepak bola. Sekolah kami bersebelahan dengan lapangan sepak bola. Sejak SMP, saya tak mau lagi jadi kiper. Saya memilih sebagai sayap kiri. Walau pun suka sepak bola, saya tidak memilih ekskul sepak bola. Pilihan saya Tari dan Jurnalistik. Saya dan beberapa teman menjadi pionir majalah sekolah yang diberi nama Ganeswara.

Saat SMA tahun 1994, saya mencoba menjadi vegetarian. Saya hanya makan sayuran. Lauknya tahu dan tempe. Banyak saudara yang heran dengan pilihan saya. Ada yang mendukung, ada yang menyarankan hidup biasa saja karena sedang dalam masa pertumbuhan. Saya sebenarnya dalam masa eksperimen, apakah benar vegetarian bisa membuat hidup sehat.

Hidup sehat dengan olahraga dan istirahat teratur

Salah satu pembuktian saya, pola vegetarian membuat saya lebih kuat saat berlari.  Stamina saya menjadi lebih baik dibanding teman-teman. Kalau ada olahraga lari, lari saya termasuk kencang dan di barisan depan. Selain lari, saya mencoba taekwondo. Kebetulan, ada ekskul baru di SMA 7 Denpasar. Gerakan taekwondo yang banyak menggunakan kaki membuat saya yakin, ini cocok dengan saya. Untuk melatih kelenturan kaki, saya menambah porsi latihan di rumah. Hasilnya, saya bisa split.

Latihan taekwondo berlanjut ketika saya kuliah di UPN “Veteran” Yogyakarta tahun 1997. Ada tempat fitness yang memiliki dojang. Saya ikut fitness sekalian taekwondo. Awalnya semua berjalan lancar. Masuk tahun kedua, saya mulai banyak tugas dan jarang latihan. Tubuh pun jadi melar. Berat badan saya pernah 64 kg. Ini berat paling berat dari badan saya.

Untuk mengurangi berat badan, saya diet dengan mengonsumsi kentang rebus. Pilihan ini sekaligus untuk penghematan. Ternyata hasilnya menggembirakan. Berat badan kembali ke 60 kg. Ideal untuk yang memiliki tinggi 170 cm. Saya juga ikut UKM Bola Voli untuk menjaga kebugaran, walaupun tidak jadi pemain inti.

Selama kos di Kota Gudeg, saya punya kebiasaan minum kopi bersama teman-teman. Sehari kami bisa ngopi dua kali, pagi dan sore. Pagi hari, ngopi sambil baca koran dan ngobrol tentang berbagai hal. Kopinya bisa kopi sachet yang dibeli di warung dekat kos.

Kopi hitam


KOMBINASI KOPI DAN LARI
Saya kembali ke Bali tahun 2002. Sambil mencari pekerjaan, saya tetap olahraga. Saya memilih basket. Kebetulan ada halaman kosong di rumah yang dijadikan lapangan kecil. Kegemaran saya olahraga terhenti ketika saya mengalami hernia. Operasi menjadi solusinya. Saya pun harus istirahat, tak boleh olahraga.

Seminggu setelah operasi, saya diterima bekerja di Bali Post. Tiap Jumat, ada olahraga senam Usada yang gerakannya tidak terlalu berat. Saya pun bisa mengikutinya. Bekerja sebagai wartawan ternyata membuat pola makan saya kacau balau. Penyakit maag dan gejala tipus menjadi langganan. Setelah setahun berlalu, saya mulai menemukan ritme. Pola makan bisa saya atur termasuk waktu istirahat.

Setelah menikah, pola hidup saya menjadi lebih teratur. Istri saya, Diah Dewi juga wartawan. Kami dikaruniai satu putra, Ragnala Pratama yang akrab disapa Ata.
Kebiasaan saya minum kopi mulai lagi Juni 2015 ketika nenek saya meninggal. Persiapan acara pengabenan menjadi salah satu alasan saya ngopi. Dalam sehari bisa sampai tiga kali. Kopi tubruk yang manis terasa enak saat diminum, tetapi setelahnya mulut jadi pahit.

Saya mencoba untuk mengubah minuman. Saya minum kopi pahit alias kopi tanpa gula. Saat pertama minum, rasanya benar-benar pahit. Tetapi, saya habiskan. Ternyata setelah minum, mulut saya tidak terasa pahit. Malah ada rasa-rasa manis. (Ingat minum air putih setelah ngopi ya). Sejak itulah saya minum kopi pahit.

Ketika ada event Maybank Bali Marathon 2015, saya mengantarkan istri untuk liputan. Saya melihat antusiasme ribuan peserta ikut event lari itu. Saya heran, apa yang mereka cari. Pandangan saya lalu tertuju pada seorang ibu-ibu gemuk yang berhasil mencapai garis finish dan mendapat medali finisher. Saya pun jengah. Ibu itu bisa, mengapa saya tidak. Akhirnya muncul niat untuk ikut Maybank Bali Marathon 2016.

"Lari itu bertarung melawan diri sendiri. Kalau kita sudah bisa mengalahkan diri sendiri, kita akan lebih mudah mengatasi orang lain"

Saya pun mulai latihan lari. “Pelatih” saya di Jakarta. Namanya Faizin Kadni. Dia teman kuliah yang dulu malas olahraga tetapi sekarang jadi pelari yang sudah ikut beberapa major event marathon. Faizin memberi beberapa tips dan cara lari yang baik. Saya juga belajar dari internet. Saya pun latihan lari di taman kota Lumintang dan lapangan Renon.

“Pelatih” saya yang satunya ada di Surabaya. Juniko Hutauruk, ipar saya yang juga hobi lari. Kami sering diskusi tentang cara lari. Saya juga diberikan program latihan untuk 10K.

Medali finisher pertama dari event MBM 2016
Akhirnya 28 Agustus 2016 menjadi momen istimewa saya, pertama kali ikut event lari. Saya berhasil menyelesaikan lari 10 K dengan waktu 1 jam 20 menit. Saya hampir menyerah ketika berada di KM 8. Lutut kiri saya sakit. Kalau berhenti, perjuangan dan latihan saya akan sia-sia. Saat itulah saya sadar, lari itu bukan untuk bersaing atau mengalahkan orang lain. Lari itu bertarung melawan diri sendiri. Kalau kita sudah bisa mengalahkan diri sendiri, kita akan lebih mudah mengatasi orang lain.

Medali finisher BCA Bali Run 2017
Setelah pecah telor, saya ikut lagi Astra Green Run 2016. Ini lari lintas alam di daerah Taro, Tegallalang. Saya pun makin senang lari, terutama lari dari tugas wkwkwkwk….

Satu ritual saya sebelum lari adalah minum kopi pahit. Ini saya lakukan 2 jam sebelum lari. Lama-lama muncul ide untuk buat nama Generasi Pecinta Kopi dan Lari (Gentakori). Ada lawan ajak minum kopi, ada kawan ajak lari.  Tiap habis lari, saya ceritakan pengalaman. Ini gunanya jadi runjou (runner journalist).

Event lari yang saya ikuti hanya di Bali karena saya masih amatir. Saya pernah ikut Maybank Bali Marathon 2017 dan BCA Bali Run 2017. Cerita tentang event lari ini ada di bagian lain blog ini. Salam Gentakori.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar