Senin, 13 November 2017

Dari AirAsia hingga Prameks: Catatan Perjalanan Denpasar-Solo-Jogja

Bekerja sambil liburan atau liburan sambil bekerja bagi wartawan sama saja. Ini sering saya lakukan agar pikiran tidak terlalu terbebani. Saat bekerja, saya berusaha membuat suasana nyaman seakan sedang liburan. Sebaliknya, saat liburan saya memanfaatkannya sambil bekerja. Objek liburan kerap menjadi bahan tulisan saya.

Akhir September 2017, saya bersama Diah Dewi (istri) dan Ata (anak) “liburan” ke Solo. Bagi beberapa teman, ada yang aneh dengan liburan saya. Mengapa pilih Solo, bukannya Jogja. Ada pula yang meledek dengan mengatakan saya jadi tim pemantau persiapan Jokowi Mantu. Biarlah mereka berasumsi agar hasrat berpendapatnya terlampiaskan wkwkwkkw….

Dalam kabin AirAsia
Solo kami pilih karena pertimbangan ekonomis. Tiket pesawat AirAsia Denpasar-Solo lebih murah dibanding Denpasar-Jogja. Selisihnya sekitar Rp 400 ribuan. Lumayanlah bisa hemat. Penginapan pun sudah kami pesan jauh hari sebelumnya dengan cara menghubungi teman yang bekerja di hotel. Kami pun diberi kamar free dengan kompensasi membuat review hotel.

Penerbangan kami dari Bandara Ngurah Rai, Denpasar menuju bandara Adi Soemarmo, Boyolali, 26 September 2017 sempat tertunda karena saat yang sama Presiden Jokowi terbang menuju Singaraja dengan helikopter kepresidenan. Semua penerbangan komersil ditunda.

Tiba di bandara Adi Soemarmo, kami dijemput mobil Hotel Aston Solo. Ternyata bandara ini berada di wilayah Boyolali namun dekat dari Solo. Keluar dari bandara, sudah masuk wilayah Karanganyar,  setelah itu baru Surakarta. Nama Surakarta dipakai sebagai nama resmi urusan kepemerintahan, sedangkan nama Solo sebagai nama yang lumrah di kalangan masyarakat. Jadi ada wilayah segitiga (Boyolali, Karanganyar, dan Surakarta)yang kami lalui dari bandara menuju hotel.

Aston Hotel Solo berada di tengah kota. Posisinya berhadapan dengan Omah Lowo (rumah kelelawar), salah satu objek wisata di kota Solo. Kami menyempatkan diri bertemu Mbak Nia, Corpcom Hotel Aston yang sudah memfasilitasi kami sekaligus menyampikan terima kasih. Setelah istirahat sebentar, saya mencari petunjuk lokasi menuju Taman Sri Wedari. Tujuan saya tempat workshop pembuatan panah tradisional milik Eddy Roostopo alias Kung Popop. Saya ingin mengantar koran yang berisi liputan tentang kiprah Kung Popop di panahan tradisional.

Setelah berjalan sekitar 15 menit saya tiba di lokasi dan mencarinya sangat mudah. Kung Popo terkenal di wilayah Sri Wedari. Saya pun disambut Kung Popop dan Mas Hafidz (anak Kung Popop). Saya lalu diajak ke tempat latihan panahan tradisional yang biasa dipakai Semut Ireng Pop Archery Solo (SIPAS). Sambutan kekeluargaan saya rasakan. Sebagai sesama pemanah tradisional, kami saling menghormati karena semuanya saudara. Teknik memanah saya diperbaiki agar hasilnya lebih marem. Hasilnya, satu anak panah saya berhasil menancap di bandulan.  Yes……. Dari lapangan panahan, saya balik ke hotel naik Go-Jek. Bayar Rp 5000 sudah sampai hotel.

Malam harinya, saya dan keluarga jalan-jalan ke Paragon Mall. Kami naik Grab yang ternyata sopirnya merangkap sopir taksi konvensional. Sopirnya mengaku realistis dengan kondisi sekarang. Kalau ada yang online, kenapa tidak dicoba. Kalau sudah rezeki pasti ada saja penumpang, bisa via aplikasi atau lewat panggilan radio.

PENGALAMAN PERTAMA ATA NAIK KERETA
Berada di Aston Solo membuat kami berkesempatan bersilaturahmi dengan GM Aston Solo M. Nasir Mattusin, Rabu 27 September 2017 pagi. Beliau bercerita tentang pengalaman bekerja di hotel dengan latar belakang pendidikan guru agama Islam. Kami pun ngobrol ibaratnya keluarga yang sudah lama tak bertemu. Hasil obrolan kami bisa dicek di naskah lain dari blog ini.

Siangnya, kami pamit menuju Jogjakarta. Dari hotel kami ke Stasiun Purwosari naik Grab dengan ongkos Rp 10.000. Stasiun ini lebih dekat disbanding Stasiun Balapan. Setelah membaca petunjuk dan bertanya pada petugas, kami langsung membeli tiket Kereta Prameks tujuan Solo-Jogja. Harganya Rp 8000 per orang. Wow…lebih murah dari ongkos naik Grab. Prameks itu singkatan dari Prambanan Ekspress, kereta yang melayani Solo-Jogja bolak-balik, tiap 2 jam, dari pagi sampe sore.

Prameks di Stasiun Purwosari
Naik kereta merupakan pengalaman pertama bagi Ata. Ini juga menjadi pengalaman pertamanya berkunjung ke Solo dan Jogja. Saya pernah menjanjikan untuk mengajak Ata ke Jogja melihat bagaimana Kota Pelajar yang menjadi tempat tinggal saya dari tahun 1997-2002. Ketika Kereta Prameks datang, kami bersiap. Berangkat siang ternyata cocok untuk wisatawan seperti kami. Kalau pagi, dijamin kereta penuh.
Kami bisa memilih tempat duduk di Prameks dengan bebas karena penumpang sepi. Ata pun senyum-senyum merasakan naik kereta api dengan harga yang super murah. Awalnya, kami berencana naik travel menuju Jogja, harganya Rp 35.000 per orang. Namun, biar punya pengalaman baru, naik Prameks.
Baru 5 menit perjalanan, Ata sudah tidur. Saya dan istri ngobrol sembari melihat-lihat pemandangan. Kalau Ata dan Diah baru pertama kali naik Prameks, bagi saya ini yang kedua. Waktu kuliah di Jogja, saya pernah menemani Bang Ucok, teman kos di Jogja ke Solo naik Prameks. Pulangnya, karena malam hari, kami naik bis kembali ke Jogja.

Dari Purwosari, kami melintasi Stasiun Klaten, Stasiun Maguwo (dekat Bandara Adi Soetjipto, Yogyakarta), Stasiun Lempuyangan, dan berhenti di Stasiun Tugu. Waktu yang kami tempuh kurang dari satu jam. Kalau naik travel atau bis, bisa lebih lama lagi. Tiba di di Stasiun Tugu, kami disambut hujan. Alam merestui perjalanan napak tilas ini.

Tiket Prameks
Stasiun Tugu ternyata ketat untuk taksi online. Ada radius tertentu yang bebas dari taksi online. Kami harus jalan keluar stasiun untuk menemukan Grab. Walau agak basah, kami akhirnya menemukan Grab. Tujuan kami ke Grand Aston Yogyakarta Hotel yang terletak di tengah kota. Orang Jogja menyebut jalan ini sebagai Jalan Solo. Mas Sankar Adityas, Marcomm Manager Grand Aston Yogyakarta sedang media visit. Kami pun menitipkan tas di counter luggage dan jalan-jalan ke Ambarukmo Plaza (Amplaz).

Usai jalan-jalan dan makan siang, kami berkunjung ke kos yang berada di depan Amplaz. Saya tinggal di kos yang beralamat di Jalan Nogopuro no 6 C itu dari tahun 1997 (pertama kali ke Jogja) hingga 2002 (tamat kuliah). Kami disambut Bapak dan Ibu Kos beserta anak dan cucunya. Cerita nostalgia masa kuliah pun mengalir. Hal yang tak saya lupakan adalah mengajak anak dan istri berfoto di depan kamar kos. Kamarnya ternyata masih utuh. Begitu foto saya uplod ke facebook dan menautkan ke teman-teman kos, mereka pun ikut terkenang masa-masa di Jogja.

KAMAR SPESIAL UNTUK 11th WDA
Napak tilas ke kos usai, kami melanjutkan perjalanan ke hotel. Pilihan moda transportasinya Trans Jogja. Ini pertama kali kami naik bus trans. Padahal di Denpasar ada Trans Sarbagita dan kami belum pernah naik wkwkwkwk…..

Halte Trans Jogja ternyata lewat agak jauh dari Hotel Grand Aston. Karena gerimis, kami naik becak. Ini jadi pengalaman pertama lagi bagi Ata untuk naik becak. Abang becak mengayuh becak dengan melawan arus. Kami agak-agak khawatir. Akhirnya kami tiba dengan selamat di hotel.

Naik Becak
Mas Sankar ternyata sudah menunggu kami. Setelah ngobrol di lobi, kami diajak keliling hotel untuk dijadikan bahan review. Ternyata hotel bintang lima ini memiliki fasilitas yang lengkap termasuk view yang mengarah ke Gunung Merapi. Satu hal yang spesial disiapkan Mas Sankar dan tim Grand Aston Yogyakarta adalah kamar untuk kami yang didesain untuk ulang tahun pernikahan kami. 27 September 2017 merupakan our  11th Wedding Day Anniversary. Terima kasih Grand Aston Yogyakarta Hotel.

Malam hari, hujan masih mengguyur Kota Gudeg. Kami pesan Grab lagi untuk makan malam. Pilihannya Gudeg Yu Djum. Saat mau bayar, sopir Grab tidak punya kembalian. Ia pun meminta saya untuk membelikan pulsa. Baru kali ini ada sopir Grab yang percaya sama penumpangnya. Saya pun membelikan pulsa sesuai dengan kesepakatan harga. Sebuah win-win solution.

Setelah puas menikmati gudeg, kami pesan Grab lagi menuju Malioboro. Hujan membuat jalanan agak macet. Kami turun di depan Malioboro Mall dan berjalan kaki sepanjang emperan toko yang menjual berbagai souvenir. Ata menyempatkan diri untuk memilih souvenir yang dijadikan oleh-oleh untuk guru dan teman-temannya. Karena hujan, kami tidak bisa jalan sampai Alun-alun. Saat tiba di Hamzah Batik (dulu Mirota Batik), toko sudah hampir tutup. Kami hanya melihat-lihat sebentar lalu bergegas keluar dan memesan Grab lagi untuk kembali ke hotel.

Kamis, 28 September 2017 pagi, kami mulai lagi perjalanan. Tujuan pertama Pasar Beringharjo. Setelah mendapatkan beberapa oleh-oleh, kami jalan kaki ke Taman Pintar. Puas mendapatkan pengetahuan di bekas areal Shopping Center, kami ke Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat. Kami pilih naik becak motor biar lebih praktis.

Di Keraton, kami jalan-jalan sambil berfoto. Pengunjung agak sepi karena bukan musim liburan. Ini juga membuat kami lebih senang berlibur saat bukan musim liburan. Jalanan tidak macet dan bisa maksimal menikmati objek wisata. Konsekuensinya, saya dan istri harus cuti dan anak harus izin he..he….
Dari Keraton, kami mencoba naik andong untuk keliling sekalian mencari bakpia. Ternyata harga yang ditawarkan Rp 75.000. Kami tawar Rp 25.000 ditolak. Akhirnya, pilihan kembali ke Grab. Serba praktis, mau kemana saja dan harga terjangkau.

Perjalanan di Jogja usai karena siangnya kami balik ke Solo. Niat untuk naik Prameks pukul 12.00 gagal karena begitu sampai Stasiun Tugu, kereta akan segera berangkat. Kami pun memilih Prameks yang berangkat pukul 14.00. Waktu luang di stasiun, kami manfaatkan untuk makan siang dan istirahat.
Kereta Prameks dari Stasiun Tugu menuju Stasiun Balapan masih kosong. Kami pun bebas lagi memilih kursi. Tapi, di Stasiun Lempunyangan, penumpang mulai ramai, bahkan ada yang harus berdri. Demikian juga tambahan penumpang dari Stasiun Maguwo. Dari Stasiun Klaten hingga Stasiun Purwosari, kepadatan mulai berkurang. Kami pun turun di Purwosari disambut gerimis.

Ata menikmati suasana naik Prameks
Taksi online yang kami pesan berada di luar stasiun dan kami pun harus jalan memutar untuk menemukannya. Dari stasiun kami menuju Hotel The Alana Solo yang lokasinya berada di wilayah Karanganyar. Saya sempat janjian dengan Deni, adik kelas di Jogja untuk bertemu di Solo. Ia pun menyarankan untuk bertemu di Ria Batik, salah satu toko yang menjual batik.

Sambil memilih-memilih batik, Deni dan keluarganya menemai kami. Tak lupa foto untuk dipamerkan ke teman lain. Pulangnya, kami ditraktir nasi liwet Wongso Lemu dan Markobar. Kami kaget, Markobar  milik anak Presiden Jokowi ternyata gerai  martabak manis yang berada di trotoar. Beda dengan di Bali, yang menggunakan kontainer. Terima kasih traktirannya ya Den.

Jumat, 29 September 2017, usai sarapan, kami bertemu dengan Mbak Farida, Corpcomm The Alana Hotel. Kami banyak ngobrol tentang perkembangan bisnis hotel di Solo dan sekitarnya. Sejak Jokowi jadi presiden, Solo dan menjadi sekitarnya menjadi “hidup”. Banyak agenda rapat yang dilaksanakan di Solo. Kami juga sempat bertemu dengan GM The Alana Sistho A. Sreshtho, ST, SHA dan foto bersama.

Setelah pamitan, kami menuju bandara yang dekat dengan hotel. Pepatah dunia selebar daun kelor ternyata jadi kenyataan. Kami naik Grab yang sopirnya dulu kuliah di UNS dan kakak kelas dari sahabat kami, Hari Purwanto.  Di bandara kami juga bertemu Made Darmawan, ayah dari temannya Ata saat TK. Istri Darmawan ini teman sekelas saya saat SMA dan teman SD istri saya. Kami sama-sama pulang ke Bali dengan pesawat AirAsia. Dunia memang kecil tapi punya banyak cerita yang tak pernah habis dituturkan.
Itulah pengalaman kami liburan sambil bekerja. Bertemu dengan hal-hal baru. Bertemu dengan orang-orang baru yang seakan sudah lama dikenal. Semua jadi termudahkan. Inilah sisi indah dunia. Everything …has a meaning.

  

4 komentar:

  1. Cool, happy 11th wedding anniversary Pak Ngurah and Ibu Diah! :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank you Dewi for letting us know about Om Budi`s trip to Jogja-Solo. It was lovely to welcomed the "napak tilas" trip. Hoping for another story comes up ya :)

      Hapus
    2. Makasi mbak dewi ya sdh memfasilitasi kami bertemu teman2 baru di solo dan jogja. We are family

      Hapus
    3. Matur nuwun juga buat om sankar for special room. Tak pernah terbayangkan tidur sama bunga mawar love love love. Jogja never ending love

      Hapus