Kamis, 09 November 2017

Nasir Mattusin: Bekerja Itu Belajar yang Dibayar

Memiliki latar belakang pendidikan non perhotelan namun berkarier di dunia perhotelan dan memegang jabatan tertinggi di hotel. Inilah sosok M. , GM Aston Solo Hotel. Pria kelahiran Meranjat, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, 31 Mei 1957 ini juga dikenal sebagai da’i dan motivator.

“Latar belakang pendidikan saya madrasah dan IAIN. Waktu SMP saya sudah mengajar bahasa Arab dan bahasa Inggris. Saya intinya senang belajar dan yakin kalau kita mau belajar pasti bisa. Tempat belajar bisa dimana saja,” ungkapnya.

M. Nasir Mattusin
Nasir membuktikan keyakinannya saat mengikuti magang kerja di hotel. Ia mengambil tiga shif dalam sehari. Tujuannya bukan materi, tetapi pengalaman. Banyak hal yang bisa ia pelajari dan bisa dijadikan bekal untuk mencapai level berikutnya. Selain itu kegemarannya membaca dan berdiskusi menambah wawasannya.
Kariernya di dunia  perhotelan mulai dari menjadi resepsionis di hotel Swarna Dwipa, Palembang tahun 1980. Dua tahun kemudian ia menjadi Front Office Manager Hotel Dena Bengkulu lalu Manajer Hotel Pantai Nala Bengkulu tahun 1989. Dari Bengkulu, pria yang gemar bermain tenis meja dan bola boli ini menjadi Asisten Manajer Sheraton Lampung sejak 1990.

Kariernya di Sheraton Lampung terus menanjak. Ia sempat menduduki jabatan Front Office Manager, Sales Manager, Hotel Manager hingga General Manager. Nasir merupakan orang Indonesia pertama yang menjadi GM di grup hotel Sheraton. Prestasinya yang lain menjadi pengumpul membership Sheraton terbanyak di dunia dan ia pun dianugerahi penghargaan best of the best.

Dari Lampung, Nasir “terbang” ke Jakarta tahun 2003 menjadi Acting General Manager Sheraton Media Jakarta lalu Executive Assistant Manager Sheraton Bandara Jakarta hingga 2004. Dari Ibu Kota, kariernya menjelajahi Kota Gudeg. Penghobi mincing ini menjadi General Manager Sheraton Mustika Yogyakarta Resort & Spa sampai tahun 2008.

“Saat di Yogyakarta saya punya pengalaman berkesan. Hari Jumat sebelum kejadian gempa Bantul tahun 2006, saya jadi khatib saat shalat Jumat di halaman hotel. Saat itu saya katakan, bencana alam bisa terjadi kapan saja kalau Tuhan sudah murka. Manusia tidak pernah tahu. Usai Jumatan, saya ke bandara tanpa persiapan. Saya pulang ke Lampung karena keluarga di Lampung. Keesokan harinya terjadi gempa bumi. Jaringan komunikasi sulit. Anak buah saya bingung, mereka tidak tahu saya ada di mana. Untungnya ada yang berhasil menghubungi saya. Saya bilang saya di Lampung dan akan balik ke Jogja,” kenangnya.

Sampai di Yogyakarta, Nasir bersyukur karena tidak ada staf hotel maupun tamu hotel yang terluka. Semua berhasil dievakuasi dengan cepat. Hanya ada beberapa kerusakan di bangunan hotel. Demi keamanan, staf dan tamu tidur di depan hotel. Kerja keras tim Sheraton Mustika Yogyakarta diganjar penghargaan oleh media Strait Times karena berhasil menyelamatkan tamu-tamu hotel.

Perjalanan karier Nasir berlanjut ke Bandung dari tahun 2008 hingga 2012. Ia menjadi General Manager Aston Tropicana Hotel & Plaza Bandung. Sejak 2013, pria yang juga senang mengajar dan menjadi motivator ini menjadi General Manager Aston Solo.

Hotel Aston Solo
“Jadi bos tidak boleh hanya duduk saja, harus jalan. Bos juga harus siap dibenti kalau menegakkan kebenaran. Kalau instruksi ya harus dikerjakan, tidak ada ruang diskusi. Kalau marah, marah yang ikhlas seperti marah kepada anak. Sebagai pimpinan juga harus bisa mengombinasikan antara memimpin dengan hati dan memimpin dengan kekuasaan. Kalau memimpin dengan hati saja, pemimpin akan lemah. Kalau memimpin dengan kekuasaan, pemimpin jadi otoriter,” ujar pria yang memiliki moto love  and care ini.
Sebagai GM, Nasir sadar dengan tanggung jawab dan amanah ini. Karenanya ia terus belajar. Baginya bekerja itu belajar yang dibayar. Orang yang bisa hidup adalah orang yang mau bekerja. Bekerjanya harus total dan tuntas.

JAGA BUDAYA
Terkait dengan perkembangan pariwisata saat ini, Nasir mengakui ada perubahan yang signifikan. Dulu, orang yang bekerja di sektor pariwisata khususnya perhotelan dipandang sebelah mata. Namun, seiring perkembangan, sektor pariwisata menjadi sektor unggulan karena tak akan habis. Sekarang tergantung bagaimana komponen pariwisata dan masyarakat saling bersinergi menjaga budaya.

Ia pun mengagumi Bali yang sudah terkenal di dunia pariwisata. Nasir kagum dengan alam Bali yang indah. “Kondisi masyarakat Bali yang majemuk dan memiliki toleransi beragama yang kuat, menjadi kekuatan Bali untuk selalu diingat wisatawan. Selain itu, manusia Bali pun masih teguh memegang adat istiadatnya,” tegasnya.

Nasir juga mengingatkan agar masyarakat Bali maupun Indonesia bisa menjaga keaslian Bali. "Bali itu kalau untuk keindahan alam dan budayanya tidak kalah dengan Malaysia dan Thailand. Malah lebih unggul," katanya. Kekuatan Bali itu harus bisa dijaga sehingga wisatawan tidak meninggalkan Bali. "Bali itu, kalau kita ada di acara-acara internasional, pasti selalu menjadi kebanggaan pelaku pariwisata. Ibaratnya Bali merupakan ikonnya pariwisata nasional," ungkapnya.

Nasir dan keluarga Ngurah Budi
Sebagai praktisi pariwisata, ia melihat ada tiga masalah yang dinilainya masih menjadi persoalan di Bali. Pertama, soal sampah. Perlu ada penanganan yang segera untuk persoalan sampah agar Bali tetap menjadi sebuah destinasi pilihan wisatawan. Kedua, soal kemacetan. Sejumlah jalan-jalan menuju objek wisata di Bali mengalami kemacetan, terutama pada saat libur panjang. Kondisi ini pun, perlu dicarikan solusi sehingga Bali tetap nyaman dikunjungi. Ketiga, menyangkut pewarisan budaya ke generasi muda. Generasi muda harus lebih peduli dengan budaya atau tradisi. Kalau diabaikan, 20-30 tahun ke depan kebudayaan akan hilang. (Ngurah Budi)

1 komentar:

  1. Assalamualaikum pak Nasir.....nuwunsewu syarat Sugiarto (Jogja). Apa kbr pak Nasir, mudah" and BPK skluarga senantiasa dlm limpahan Berkah,Rahmat Alloh SWT.Sy kangen Bpk......

    BalasHapus