Senin, 04 Desember 2017

Mesin Kopi dalam Kamar Hard Rock Hotel Kuta


Sesekali menjadi wisatawan di negeri sendiri bolehlah. Luangkan waktu sejenak untuk refreshing dari berbagai rutinitas. Saya dan keluarga pun memanfaatkan voucer menginap di Hard Rock Hotel Kuta untuk menjadi "turis sehari".

Memasuki hotel yang berada di Jalan Pantai Kuta ini biasanya membuat pandangan mata kita tertuju pada gitar besar yang dipajang di depan lobi. Tetapi sayang....ketika kami check in 25 November 2017, maskot itu tak ada. Petugas resepsionis mengatakan gitar double neck itu sedang direnovasi.

Ini merupakan kali kedua kami menginap di Hard Rock Hotel, hotel yang mengusung konsep musik di tiap jengkal arealnya. Hampir semua tempat berkaitan dengan musik. When tourist meet music...Hard Rock Hotel is the answer. 

Kamar yang kami tempati punya konsep unik. Ada tempat tidur dan sofa panjang yang juga bisa dijadikan tempat tidur. Hal yang membuat saya gembira adalah mesin kopi di dalam kamar. Mesin bermerk Nespresso ini bisa dipakai membuat 2 short espresso. Bagi generasi pecinta kopi dan lari (Gentakori) ini sangat luar biasa.

Secangkir espresso pun menjadi minuman selamat datang. Kami pun menikmati suasana hotel sambil ngobrol. Malam harinya, kami jalan kaki ke Beachwalk.

Paling seru di hari Minggu, 26 November 2017. Rencana saya untuk lari di Pantai Kuta kesampaian. Saya start dari depan Hard Rock lari sampai di Discovery Mall (Kartika Plaza) lalu balik lagi sampai depan Beachwalk. Setelah lari, saya selfie di bawah papan seluncur Hard Rock.

Ketika balik ke kamar, anak saya mengajak renang. Akhirnya kami pun berenang. Kolam renang Hard Rock unik karena dasarnya pasir. Kita serasa berada di pantai. Liburan dan olahraga pun jadi paket komplit.

Senin, 27 November 2017

Tujuh Alasan Pilih Lari

Pilihan olahraga banyak. Tergantung kita memilih apa yang disukai. Pastikan juga apa tujuan kita berolahraga. Jangan sampai olahraga karena ikut-ikutan.

Lari menjadi salah satu olahraga yang banyak peminatnya. Berikut ini ngurahbudi777 merangkum tujuh alasan memilih lari sebagai olahraga favorit.

Pertama, bisa dilakukan sendiri. Kadang olahraga memerlukan teman atau partner, misalnya bulutangkis, bola voli, sepak bola, dll. Kalau tidak ada teman, tidak afdol kan. Lari bisa dilakukan sendiri. Kita tidak tergantung orang lain.

Kedua, bisa rame-rame. Kalau tidak senang lari sendiri, ikutlah komunitas lari. Saat ini banyak komunitas lari yang memiliki jadwal latihan bersama. Seperti kata iklan, gak ada lu gak rame.

Ketiga, modalnya sepatu aja. Lari adalah olahraga yang mengutamakan kekuatan kaki. Kaki menjadi tumpuan. Karena itu, sepatu menjadi modal wajib pelari. Pilihan sepatu tergantung orangnya. Jangan memaksa diri untuk lari dengan sepatu bermerek tertentu. Utamakan kenyamanan kaki. Kalau perlu apparel lain seperti topi, kacamata, tempat hp, hp, silakan saja.

Keempat, bisa sambil menghibur diri. Saat lari, ada pelari yang membawa ponsel dan earphone. Fungsinya tentu untuk menghibur diri dengan mendengarkan musik. Tetapi, tetap harus waspada karena jika berlari di jalan raya harus memperhatikan lalu lintas.

Kelima, bebas macet. Lari di jalan raya ada untungnya. Kita bisa tetap lari walaupun jalanan macet. Pastikan berlari di jalur yang aman. Naik trotoar atau loncat got bisa jadi tantangan.

Keenam, saat hujan tetap bisa lari. Apakah lari sambil hujan-hujanan? Tentu tidak. Jika hujan, berlari tetap bisa dilakukan di rumah. Caranya dengan menggunakan treadmill.

Ketujuh, menguji emosi. Saat berlari merupakan saat yang menyenangkan dan menantang. Emosi kita terpacu. Ketika kita berhasil mengalahkan diri, akan lebih mudah untuk mengalahkan orang lain.

Mau lari? Mulailah sekarang. Jangan tunggu nanti. Tak ada kata terlambat untuk mulai olahraga.

Salam Gentakori

Carpe Diem dalam Realita

Bagi penggemar drama Korea dan menonton Chicago Typewriter, pasti tahu Carpe Diem. Carpe Diem ini nama kafe yang menjadi "markas" pemuda Joseon pimpinan  Seo Hwi-young.

Tema cerita Chicago Typewriter berkutat di reinkarnasi dan percintaan. Cinta yang belum usai di tahun 1930 terbawa ke 80 tahun kemudian. Kegalauan tentang masa lalu bisa terjawab di masa kini melalui novel yang diketik dengan mesin ketik manual dan laptop.

Carpe Diem menjadi sesuatu yang mengganjal di benak saya. Sepertinya, sering melihat tulisan  Carpe Diem tetapi tidak tahu artinya wkwkwkwk....

Sabtu 18 November 2017 saya bersama keluarga menginap di Ossotel, Legian. Hotelnya termasuk baru dengan konsep yang unik. Kolam renang terbentang di sepanjang hotel. Kamar yang ada di lantai satu punya pintu keluar yang langsung ke kolam. Sayangnya, kami di lantai tiga, jadi tidak punya akses langsung ke kolam renang.

Malam harinya, kami bermaksud jalan-jalan di sekitar Legian. Tetapi, baru keluar hotel, ternyata ada restoran Romeos yang menjadi bagian dari Ossotel. Tempatnya cozy dan ramai pengunjung. Kami pun memutuskan untuk masuk ke Romeos.

Begitu masuk, saya kaget karena ada tulisan Carpe Diem di dinding Romeos dan mesin ketik kuno di rak. Ini seperti dejavu. Tapi ini realita.

Saya pun googling untuk mencari arti Carpe Diem. Dari wikipedia, saya temukan Carpe Diem berasal dari bahasa Latin yang artinya "petiklah hari".

Dalam benak saya, petiklah hari artinya nikmatilah apa yang kau dapatkan hari ini, jangan pernah menunda. So...kami pun menikmati hidangan hari itu di Romeos, Ossotel. Carpe Diem.

Senin, 20 November 2017

Pentingnya "Carbo Loading"

Bagi pelari jarak menengah dan panjang, latihan saja tidak cukup. Pelari perlu memperhatikan asupan nutrisi. Menjelang lomba biasanya para pelari ini melakukan strategi diet yang disebut carbo loading (pemuatan karbohidrat).

Strategi diet ini memang dianjurkan untuk dilakukan oleh para atlet cabang olahraga jenis endurance beberapa hari hingga beberapa jam sebelum pertandingan. Carbo loading bertujuan agar atlet tidak mudah lelah saat melakukan event yang panjang (endurance).

Carbo loading adalah sebuah rencana diet tinggi karbohidrat yang dirancang untuk memberi makan sel-sel otot dengan glikogen (yang nantinya akan diubah sebagai sumber energi). Atlet biasanya menggunakan teknik carbo loading ini guna menyiasati otot-otot mereka untuk dapat menyimpan glikogen ekstra sebelum kompetisi. Carbo loading dapat membuat otot menyimpan glikogen otot hampir dua kali lipat dari jumlah normal yang dapat ditampung.

Ada dua sumber karbohidrat yakni karbohidrat sederhana (seperti buah-buahan, sports bar, jam, honey, dll) dan karbohidrat kompleks (kentang, nasi, nasi merah, pasta, sayuran, dll). Karbohidrat sederhana bagus untuk dikonsumsi beberapa jam sebelum lomba. Karbohidrat kompleks yang lebih sulit dicerna cenderung untuk disimpan terlebih dahulu dalam tubuh untuk digunakan nanti.
(Baca juga: http://www.cybertokoh.com/news/2017/10/10/7180/agus-prayogo-kibarkan-merah-putih-tiang-tertinggi.html)

Agus Prayogo, pelari nasional Indonesia mengatakan carbo loading penting karena karbohidrat menghasilkan tenaga yang akan dipakai berlari. 

"Sebagai atlet harus memperhatikan asupan nutrisi. Kalorinya harus dihitung. Jelang lomba, karbohidrat diperbanyak sedangkan protein dikurangi. Karbohidrat bisa didapatkan dari nasi, pasta, gandum, dll. Jangan lupa perhatikan minuman juga agar tidak dehidrasi," ujar peraih juara 1 BCA Bali Run 2017 kategori 25 K ini. (Ngurah Budi)





Menikmati Sensasi Lari di Jalan Tol Atas Laut

Tiga ribu tujuh ratus pelari menikmati sensasi berlari di Tol Bali Mandara pada ajang BCA Bali Run 2017, Minggu (1/10). Ajang ini merupakan bukti nyata komitmen PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dalam mendukung gaya hidup sehat di Indonesia melalui berbagai aktivitas olahraga. BCA mensponsori BCA Bali Run 2017 yang diinisiasi oleh Indonesia Tourism Development Corporate (ITDC) dan Jasamarga Bali Tol (JBT), serta menggandeng DuniaLari.com sebagai Race Management.

Peserta BCA Bali Run 2017

Hadir dalam pelaksanaan event BCA Bali Run 2017 ini, Direktur BCA Suwignyo Budiman, Direktur BCA Rudy Susanto, Direktur BCA Lianawaty Suwono, Direktur KOPS Indonesia Tourism Development Corporate (ITDC) AA Ngurah Wirawan, Direktur Jasa Marga Bali Tol Akhmad Tito Karim, serta Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Causa Iman Karana. Bertemakan “Run Across The Sea”, BCA Bali Run 2017 menjadi lomba lari pertama yang menghadirkan sensasi berlari di Tol Bali Mandara yang membentang sepanjang 12,7 kilometer dan menghubungkan kawasan Benoa, Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, serta Nusa Dua.

Suwignyo Budiman mengungkapkan BCA Bali Run 2017 digelar dalam rangka mengangkat potensi-potensi pariwisata di Bali. “Lari merupakan olahraga yang relatif murah namun memiliki manfaat yang besar. Beberapa tahun belakangan ini telah menjadi tren karena digemari lintas generasi dan menjadi alternatif pola hidup sehat. Semoga dengan digelarnya BCA Bali Run 2017 dapat mendorong pariwisata Bali sebagai lokasi penyelenggaraan, di mana Bali sendiri merupakan salah satu ikon pariwisata di Indonesia,” ujar Suwignyo sebelum pengibaran bendera start.

BCA Bali Run 2017 menyuguhkan sensasi berlari di sepanjang jalan tol atas laut. Jalan Tol Bali Mandara menjadi ikon yang menyumbangkan kenaikan jumlah wisatawan di Bali. Sebagai salah satu objek yang menarik di Bali, jalan tol tersebut bahkan diklaim sebagai jalan tol terindah di dunia. Selain pemandangan indah di sepanjang jalan tol, para pelari juga disuguhkan pemandangan pantai, pepohonan, bukit, dan berbagai tugu.

Pelari melintasi jalan tol di atas laut
Rute lomba lari dimulai dari Gate The Nusa Dua menuju By Pass Nusa Dua kemudian melewati lajur Tol Bali Mandara, setelah itu kembali ke kawasan Nusa Dua dan finish di Peninsula Island. Ada tiga kategori yang dilombakan, 5K, 10K, dan 25K.

Terkait dengan penetapan status Awas Gunung Agung oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM, pada kegiatan pembukaan ini, BCA menyerahkan secara simbolis donasi bantuan berupa alat tabung gas dan selimut, kepada pihak BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) untuk kemudian akan didistribusikan langsung kepada pengungsi musibah Gunung Agung. “Terkait musibah ini, tentunya kami mewakili panitia BCA Bali Run  menyampaikan turut bersimpati bagi para pengungsi semoga kita semua senantiasa diberikan kesehatan dan keselamatan. Kiranya bantuan yang kami berikan dapat meringankan beban para pengungsi musibah Gunung Agung” tutup Suwignyo.

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto yang menjadi peserta di kategori 10K mengaku sangat puas mengikut berlari di Tol Bali Mandara yang melintasi laut. "Pelari pasti selalu ingin mencari pengalaman baru termasuk rute baru. Nah ini ada pengalaman baru lari di jalan tol dan di atas laut. Saya awalnya mengira 10K masuk tol, ternyata hanya sampai pintu gerbang tol Nusa Dua. Kalau ada lagi, saya mau ikut yang 25K biar puas menikmati lari di jalan tol,” ungkapnya.

Penulis dan Walikota Bogor Bima Arya
Bima berharap ke depannya event lari terus diperbanyak. Ini akan menambah semangat para pecinta lari untuk giat berlatih. “Event lari ini mempersatukan banyak orang dan banyak komunitas serta menyehatkan,” tegasnya seraya mengatakan Bogor dicanangkan sebagai City of Runner.


Ada tiga hal yang akan dikembangkan untuk mendukung hal tersebut. Pertama, memperbanyak infrastruktur seperti jogging track dan pedestrian. Kedua, memperbanyak event lari. Ketiga, memperbanyak komunitas lari. (Ngurah Budi)

Gentakori: Generasi Pecinta Kopi dan Lari

Hidup sehat merupakan impian dari semua orang. Berbagai cara dilakukan untuk bisa hidup sehat. Salah satunya dengan rajin olahraga.

Saya termasuk orang yang ingin hidup sehat. Dari kecil saya senang olahraga, walau hanya sekadar saja. Main sepak bola, wajib. Posisi favorit saya kiper, karena tidak perlu banyak lari. Saya juga senang main biliar, pingpong, basket, kasti, bersepeda, dll. Saking banyaknya, saya hanya sekadar bermain saja, istilahnya “follower” kecuali untuk biliar.

Waktu kelas 5 SD, di rumah punya empat meja biliar untuk disewakan. Tiap hari saya berkutat dengan stik dan bola biliar. Pola permainan saya terasah dari hasil melihat dan latihan. Lawan saya lebih sering orang dewasa karena saya ditolak untuk bermain melawan anak-anak sebaya.

Masuk SMP 3 Abiansemal, saya suka naik sepeda. Jarak rumah dan sekolah sekitar 3 km saya tempuh dengan naik sepeda bersama teman-teman. Kalau hujan atau sedang malas, kami naik BMW (Bemo Merah Warnanya), angkutan warna merah jurusan Denpasar-Peguyangan-Pelaga.

Pelajaran olahraga jadi salah satu favorit saya, terutama sepak bola. Sekolah kami bersebelahan dengan lapangan sepak bola. Sejak SMP, saya tak mau lagi jadi kiper. Saya memilih sebagai sayap kiri. Walau pun suka sepak bola, saya tidak memilih ekskul sepak bola. Pilihan saya Tari dan Jurnalistik. Saya dan beberapa teman menjadi pionir majalah sekolah yang diberi nama Ganeswara.

Saat SMA tahun 1994, saya mencoba menjadi vegetarian. Saya hanya makan sayuran. Lauknya tahu dan tempe. Banyak saudara yang heran dengan pilihan saya. Ada yang mendukung, ada yang menyarankan hidup biasa saja karena sedang dalam masa pertumbuhan. Saya sebenarnya dalam masa eksperimen, apakah benar vegetarian bisa membuat hidup sehat.

Hidup sehat dengan olahraga dan istirahat teratur

Salah satu pembuktian saya, pola vegetarian membuat saya lebih kuat saat berlari.  Stamina saya menjadi lebih baik dibanding teman-teman. Kalau ada olahraga lari, lari saya termasuk kencang dan di barisan depan. Selain lari, saya mencoba taekwondo. Kebetulan, ada ekskul baru di SMA 7 Denpasar. Gerakan taekwondo yang banyak menggunakan kaki membuat saya yakin, ini cocok dengan saya. Untuk melatih kelenturan kaki, saya menambah porsi latihan di rumah. Hasilnya, saya bisa split.

Latihan taekwondo berlanjut ketika saya kuliah di UPN “Veteran” Yogyakarta tahun 1997. Ada tempat fitness yang memiliki dojang. Saya ikut fitness sekalian taekwondo. Awalnya semua berjalan lancar. Masuk tahun kedua, saya mulai banyak tugas dan jarang latihan. Tubuh pun jadi melar. Berat badan saya pernah 64 kg. Ini berat paling berat dari badan saya.

Untuk mengurangi berat badan, saya diet dengan mengonsumsi kentang rebus. Pilihan ini sekaligus untuk penghematan. Ternyata hasilnya menggembirakan. Berat badan kembali ke 60 kg. Ideal untuk yang memiliki tinggi 170 cm. Saya juga ikut UKM Bola Voli untuk menjaga kebugaran, walaupun tidak jadi pemain inti.

Selama kos di Kota Gudeg, saya punya kebiasaan minum kopi bersama teman-teman. Sehari kami bisa ngopi dua kali, pagi dan sore. Pagi hari, ngopi sambil baca koran dan ngobrol tentang berbagai hal. Kopinya bisa kopi sachet yang dibeli di warung dekat kos.

Kopi hitam


KOMBINASI KOPI DAN LARI
Saya kembali ke Bali tahun 2002. Sambil mencari pekerjaan, saya tetap olahraga. Saya memilih basket. Kebetulan ada halaman kosong di rumah yang dijadikan lapangan kecil. Kegemaran saya olahraga terhenti ketika saya mengalami hernia. Operasi menjadi solusinya. Saya pun harus istirahat, tak boleh olahraga.

Seminggu setelah operasi, saya diterima bekerja di Bali Post. Tiap Jumat, ada olahraga senam Usada yang gerakannya tidak terlalu berat. Saya pun bisa mengikutinya. Bekerja sebagai wartawan ternyata membuat pola makan saya kacau balau. Penyakit maag dan gejala tipus menjadi langganan. Setelah setahun berlalu, saya mulai menemukan ritme. Pola makan bisa saya atur termasuk waktu istirahat.

Setelah menikah, pola hidup saya menjadi lebih teratur. Istri saya, Diah Dewi juga wartawan. Kami dikaruniai satu putra, Ragnala Pratama yang akrab disapa Ata.
Kebiasaan saya minum kopi mulai lagi Juni 2015 ketika nenek saya meninggal. Persiapan acara pengabenan menjadi salah satu alasan saya ngopi. Dalam sehari bisa sampai tiga kali. Kopi tubruk yang manis terasa enak saat diminum, tetapi setelahnya mulut jadi pahit.

Saya mencoba untuk mengubah minuman. Saya minum kopi pahit alias kopi tanpa gula. Saat pertama minum, rasanya benar-benar pahit. Tetapi, saya habiskan. Ternyata setelah minum, mulut saya tidak terasa pahit. Malah ada rasa-rasa manis. (Ingat minum air putih setelah ngopi ya). Sejak itulah saya minum kopi pahit.

Ketika ada event Maybank Bali Marathon 2015, saya mengantarkan istri untuk liputan. Saya melihat antusiasme ribuan peserta ikut event lari itu. Saya heran, apa yang mereka cari. Pandangan saya lalu tertuju pada seorang ibu-ibu gemuk yang berhasil mencapai garis finish dan mendapat medali finisher. Saya pun jengah. Ibu itu bisa, mengapa saya tidak. Akhirnya muncul niat untuk ikut Maybank Bali Marathon 2016.

"Lari itu bertarung melawan diri sendiri. Kalau kita sudah bisa mengalahkan diri sendiri, kita akan lebih mudah mengatasi orang lain"

Saya pun mulai latihan lari. “Pelatih” saya di Jakarta. Namanya Faizin Kadni. Dia teman kuliah yang dulu malas olahraga tetapi sekarang jadi pelari yang sudah ikut beberapa major event marathon. Faizin memberi beberapa tips dan cara lari yang baik. Saya juga belajar dari internet. Saya pun latihan lari di taman kota Lumintang dan lapangan Renon.

“Pelatih” saya yang satunya ada di Surabaya. Juniko Hutauruk, ipar saya yang juga hobi lari. Kami sering diskusi tentang cara lari. Saya juga diberikan program latihan untuk 10K.

Medali finisher pertama dari event MBM 2016
Akhirnya 28 Agustus 2016 menjadi momen istimewa saya, pertama kali ikut event lari. Saya berhasil menyelesaikan lari 10 K dengan waktu 1 jam 20 menit. Saya hampir menyerah ketika berada di KM 8. Lutut kiri saya sakit. Kalau berhenti, perjuangan dan latihan saya akan sia-sia. Saat itulah saya sadar, lari itu bukan untuk bersaing atau mengalahkan orang lain. Lari itu bertarung melawan diri sendiri. Kalau kita sudah bisa mengalahkan diri sendiri, kita akan lebih mudah mengatasi orang lain.

Medali finisher BCA Bali Run 2017
Setelah pecah telor, saya ikut lagi Astra Green Run 2016. Ini lari lintas alam di daerah Taro, Tegallalang. Saya pun makin senang lari, terutama lari dari tugas wkwkwkwk….

Satu ritual saya sebelum lari adalah minum kopi pahit. Ini saya lakukan 2 jam sebelum lari. Lama-lama muncul ide untuk buat nama Generasi Pecinta Kopi dan Lari (Gentakori). Ada lawan ajak minum kopi, ada kawan ajak lari.  Tiap habis lari, saya ceritakan pengalaman. Ini gunanya jadi runjou (runner journalist).

Event lari yang saya ikuti hanya di Bali karena saya masih amatir. Saya pernah ikut Maybank Bali Marathon 2017 dan BCA Bali Run 2017. Cerita tentang event lari ini ada di bagian lain blog ini. Salam Gentakori.





Senin, 13 November 2017

Dari AirAsia hingga Prameks: Catatan Perjalanan Denpasar-Solo-Jogja

Bekerja sambil liburan atau liburan sambil bekerja bagi wartawan sama saja. Ini sering saya lakukan agar pikiran tidak terlalu terbebani. Saat bekerja, saya berusaha membuat suasana nyaman seakan sedang liburan. Sebaliknya, saat liburan saya memanfaatkannya sambil bekerja. Objek liburan kerap menjadi bahan tulisan saya.

Akhir September 2017, saya bersama Diah Dewi (istri) dan Ata (anak) “liburan” ke Solo. Bagi beberapa teman, ada yang aneh dengan liburan saya. Mengapa pilih Solo, bukannya Jogja. Ada pula yang meledek dengan mengatakan saya jadi tim pemantau persiapan Jokowi Mantu. Biarlah mereka berasumsi agar hasrat berpendapatnya terlampiaskan wkwkwkkw….

Dalam kabin AirAsia
Solo kami pilih karena pertimbangan ekonomis. Tiket pesawat AirAsia Denpasar-Solo lebih murah dibanding Denpasar-Jogja. Selisihnya sekitar Rp 400 ribuan. Lumayanlah bisa hemat. Penginapan pun sudah kami pesan jauh hari sebelumnya dengan cara menghubungi teman yang bekerja di hotel. Kami pun diberi kamar free dengan kompensasi membuat review hotel.

Penerbangan kami dari Bandara Ngurah Rai, Denpasar menuju bandara Adi Soemarmo, Boyolali, 26 September 2017 sempat tertunda karena saat yang sama Presiden Jokowi terbang menuju Singaraja dengan helikopter kepresidenan. Semua penerbangan komersil ditunda.

Tiba di bandara Adi Soemarmo, kami dijemput mobil Hotel Aston Solo. Ternyata bandara ini berada di wilayah Boyolali namun dekat dari Solo. Keluar dari bandara, sudah masuk wilayah Karanganyar,  setelah itu baru Surakarta. Nama Surakarta dipakai sebagai nama resmi urusan kepemerintahan, sedangkan nama Solo sebagai nama yang lumrah di kalangan masyarakat. Jadi ada wilayah segitiga (Boyolali, Karanganyar, dan Surakarta)yang kami lalui dari bandara menuju hotel.

Aston Hotel Solo berada di tengah kota. Posisinya berhadapan dengan Omah Lowo (rumah kelelawar), salah satu objek wisata di kota Solo. Kami menyempatkan diri bertemu Mbak Nia, Corpcom Hotel Aston yang sudah memfasilitasi kami sekaligus menyampikan terima kasih. Setelah istirahat sebentar, saya mencari petunjuk lokasi menuju Taman Sri Wedari. Tujuan saya tempat workshop pembuatan panah tradisional milik Eddy Roostopo alias Kung Popop. Saya ingin mengantar koran yang berisi liputan tentang kiprah Kung Popop di panahan tradisional.

Setelah berjalan sekitar 15 menit saya tiba di lokasi dan mencarinya sangat mudah. Kung Popo terkenal di wilayah Sri Wedari. Saya pun disambut Kung Popop dan Mas Hafidz (anak Kung Popop). Saya lalu diajak ke tempat latihan panahan tradisional yang biasa dipakai Semut Ireng Pop Archery Solo (SIPAS). Sambutan kekeluargaan saya rasakan. Sebagai sesama pemanah tradisional, kami saling menghormati karena semuanya saudara. Teknik memanah saya diperbaiki agar hasilnya lebih marem. Hasilnya, satu anak panah saya berhasil menancap di bandulan.  Yes……. Dari lapangan panahan, saya balik ke hotel naik Go-Jek. Bayar Rp 5000 sudah sampai hotel.

Malam harinya, saya dan keluarga jalan-jalan ke Paragon Mall. Kami naik Grab yang ternyata sopirnya merangkap sopir taksi konvensional. Sopirnya mengaku realistis dengan kondisi sekarang. Kalau ada yang online, kenapa tidak dicoba. Kalau sudah rezeki pasti ada saja penumpang, bisa via aplikasi atau lewat panggilan radio.

PENGALAMAN PERTAMA ATA NAIK KERETA
Berada di Aston Solo membuat kami berkesempatan bersilaturahmi dengan GM Aston Solo M. Nasir Mattusin, Rabu 27 September 2017 pagi. Beliau bercerita tentang pengalaman bekerja di hotel dengan latar belakang pendidikan guru agama Islam. Kami pun ngobrol ibaratnya keluarga yang sudah lama tak bertemu. Hasil obrolan kami bisa dicek di naskah lain dari blog ini.

Siangnya, kami pamit menuju Jogjakarta. Dari hotel kami ke Stasiun Purwosari naik Grab dengan ongkos Rp 10.000. Stasiun ini lebih dekat disbanding Stasiun Balapan. Setelah membaca petunjuk dan bertanya pada petugas, kami langsung membeli tiket Kereta Prameks tujuan Solo-Jogja. Harganya Rp 8000 per orang. Wow…lebih murah dari ongkos naik Grab. Prameks itu singkatan dari Prambanan Ekspress, kereta yang melayani Solo-Jogja bolak-balik, tiap 2 jam, dari pagi sampe sore.

Prameks di Stasiun Purwosari
Naik kereta merupakan pengalaman pertama bagi Ata. Ini juga menjadi pengalaman pertamanya berkunjung ke Solo dan Jogja. Saya pernah menjanjikan untuk mengajak Ata ke Jogja melihat bagaimana Kota Pelajar yang menjadi tempat tinggal saya dari tahun 1997-2002. Ketika Kereta Prameks datang, kami bersiap. Berangkat siang ternyata cocok untuk wisatawan seperti kami. Kalau pagi, dijamin kereta penuh.
Kami bisa memilih tempat duduk di Prameks dengan bebas karena penumpang sepi. Ata pun senyum-senyum merasakan naik kereta api dengan harga yang super murah. Awalnya, kami berencana naik travel menuju Jogja, harganya Rp 35.000 per orang. Namun, biar punya pengalaman baru, naik Prameks.
Baru 5 menit perjalanan, Ata sudah tidur. Saya dan istri ngobrol sembari melihat-lihat pemandangan. Kalau Ata dan Diah baru pertama kali naik Prameks, bagi saya ini yang kedua. Waktu kuliah di Jogja, saya pernah menemani Bang Ucok, teman kos di Jogja ke Solo naik Prameks. Pulangnya, karena malam hari, kami naik bis kembali ke Jogja.

Dari Purwosari, kami melintasi Stasiun Klaten, Stasiun Maguwo (dekat Bandara Adi Soetjipto, Yogyakarta), Stasiun Lempuyangan, dan berhenti di Stasiun Tugu. Waktu yang kami tempuh kurang dari satu jam. Kalau naik travel atau bis, bisa lebih lama lagi. Tiba di di Stasiun Tugu, kami disambut hujan. Alam merestui perjalanan napak tilas ini.

Tiket Prameks
Stasiun Tugu ternyata ketat untuk taksi online. Ada radius tertentu yang bebas dari taksi online. Kami harus jalan keluar stasiun untuk menemukan Grab. Walau agak basah, kami akhirnya menemukan Grab. Tujuan kami ke Grand Aston Yogyakarta Hotel yang terletak di tengah kota. Orang Jogja menyebut jalan ini sebagai Jalan Solo. Mas Sankar Adityas, Marcomm Manager Grand Aston Yogyakarta sedang media visit. Kami pun menitipkan tas di counter luggage dan jalan-jalan ke Ambarukmo Plaza (Amplaz).

Usai jalan-jalan dan makan siang, kami berkunjung ke kos yang berada di depan Amplaz. Saya tinggal di kos yang beralamat di Jalan Nogopuro no 6 C itu dari tahun 1997 (pertama kali ke Jogja) hingga 2002 (tamat kuliah). Kami disambut Bapak dan Ibu Kos beserta anak dan cucunya. Cerita nostalgia masa kuliah pun mengalir. Hal yang tak saya lupakan adalah mengajak anak dan istri berfoto di depan kamar kos. Kamarnya ternyata masih utuh. Begitu foto saya uplod ke facebook dan menautkan ke teman-teman kos, mereka pun ikut terkenang masa-masa di Jogja.

KAMAR SPESIAL UNTUK 11th WDA
Napak tilas ke kos usai, kami melanjutkan perjalanan ke hotel. Pilihan moda transportasinya Trans Jogja. Ini pertama kali kami naik bus trans. Padahal di Denpasar ada Trans Sarbagita dan kami belum pernah naik wkwkwkwk…..

Halte Trans Jogja ternyata lewat agak jauh dari Hotel Grand Aston. Karena gerimis, kami naik becak. Ini jadi pengalaman pertama lagi bagi Ata untuk naik becak. Abang becak mengayuh becak dengan melawan arus. Kami agak-agak khawatir. Akhirnya kami tiba dengan selamat di hotel.

Naik Becak
Mas Sankar ternyata sudah menunggu kami. Setelah ngobrol di lobi, kami diajak keliling hotel untuk dijadikan bahan review. Ternyata hotel bintang lima ini memiliki fasilitas yang lengkap termasuk view yang mengarah ke Gunung Merapi. Satu hal yang spesial disiapkan Mas Sankar dan tim Grand Aston Yogyakarta adalah kamar untuk kami yang didesain untuk ulang tahun pernikahan kami. 27 September 2017 merupakan our  11th Wedding Day Anniversary. Terima kasih Grand Aston Yogyakarta Hotel.

Malam hari, hujan masih mengguyur Kota Gudeg. Kami pesan Grab lagi untuk makan malam. Pilihannya Gudeg Yu Djum. Saat mau bayar, sopir Grab tidak punya kembalian. Ia pun meminta saya untuk membelikan pulsa. Baru kali ini ada sopir Grab yang percaya sama penumpangnya. Saya pun membelikan pulsa sesuai dengan kesepakatan harga. Sebuah win-win solution.

Setelah puas menikmati gudeg, kami pesan Grab lagi menuju Malioboro. Hujan membuat jalanan agak macet. Kami turun di depan Malioboro Mall dan berjalan kaki sepanjang emperan toko yang menjual berbagai souvenir. Ata menyempatkan diri untuk memilih souvenir yang dijadikan oleh-oleh untuk guru dan teman-temannya. Karena hujan, kami tidak bisa jalan sampai Alun-alun. Saat tiba di Hamzah Batik (dulu Mirota Batik), toko sudah hampir tutup. Kami hanya melihat-lihat sebentar lalu bergegas keluar dan memesan Grab lagi untuk kembali ke hotel.

Kamis, 28 September 2017 pagi, kami mulai lagi perjalanan. Tujuan pertama Pasar Beringharjo. Setelah mendapatkan beberapa oleh-oleh, kami jalan kaki ke Taman Pintar. Puas mendapatkan pengetahuan di bekas areal Shopping Center, kami ke Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat. Kami pilih naik becak motor biar lebih praktis.

Di Keraton, kami jalan-jalan sambil berfoto. Pengunjung agak sepi karena bukan musim liburan. Ini juga membuat kami lebih senang berlibur saat bukan musim liburan. Jalanan tidak macet dan bisa maksimal menikmati objek wisata. Konsekuensinya, saya dan istri harus cuti dan anak harus izin he..he….
Dari Keraton, kami mencoba naik andong untuk keliling sekalian mencari bakpia. Ternyata harga yang ditawarkan Rp 75.000. Kami tawar Rp 25.000 ditolak. Akhirnya, pilihan kembali ke Grab. Serba praktis, mau kemana saja dan harga terjangkau.

Perjalanan di Jogja usai karena siangnya kami balik ke Solo. Niat untuk naik Prameks pukul 12.00 gagal karena begitu sampai Stasiun Tugu, kereta akan segera berangkat. Kami pun memilih Prameks yang berangkat pukul 14.00. Waktu luang di stasiun, kami manfaatkan untuk makan siang dan istirahat.
Kereta Prameks dari Stasiun Tugu menuju Stasiun Balapan masih kosong. Kami pun bebas lagi memilih kursi. Tapi, di Stasiun Lempunyangan, penumpang mulai ramai, bahkan ada yang harus berdri. Demikian juga tambahan penumpang dari Stasiun Maguwo. Dari Stasiun Klaten hingga Stasiun Purwosari, kepadatan mulai berkurang. Kami pun turun di Purwosari disambut gerimis.

Ata menikmati suasana naik Prameks
Taksi online yang kami pesan berada di luar stasiun dan kami pun harus jalan memutar untuk menemukannya. Dari stasiun kami menuju Hotel The Alana Solo yang lokasinya berada di wilayah Karanganyar. Saya sempat janjian dengan Deni, adik kelas di Jogja untuk bertemu di Solo. Ia pun menyarankan untuk bertemu di Ria Batik, salah satu toko yang menjual batik.

Sambil memilih-memilih batik, Deni dan keluarganya menemai kami. Tak lupa foto untuk dipamerkan ke teman lain. Pulangnya, kami ditraktir nasi liwet Wongso Lemu dan Markobar. Kami kaget, Markobar  milik anak Presiden Jokowi ternyata gerai  martabak manis yang berada di trotoar. Beda dengan di Bali, yang menggunakan kontainer. Terima kasih traktirannya ya Den.

Jumat, 29 September 2017, usai sarapan, kami bertemu dengan Mbak Farida, Corpcomm The Alana Hotel. Kami banyak ngobrol tentang perkembangan bisnis hotel di Solo dan sekitarnya. Sejak Jokowi jadi presiden, Solo dan menjadi sekitarnya menjadi “hidup”. Banyak agenda rapat yang dilaksanakan di Solo. Kami juga sempat bertemu dengan GM The Alana Sistho A. Sreshtho, ST, SHA dan foto bersama.

Setelah pamitan, kami menuju bandara yang dekat dengan hotel. Pepatah dunia selebar daun kelor ternyata jadi kenyataan. Kami naik Grab yang sopirnya dulu kuliah di UNS dan kakak kelas dari sahabat kami, Hari Purwanto.  Di bandara kami juga bertemu Made Darmawan, ayah dari temannya Ata saat TK. Istri Darmawan ini teman sekelas saya saat SMA dan teman SD istri saya. Kami sama-sama pulang ke Bali dengan pesawat AirAsia. Dunia memang kecil tapi punya banyak cerita yang tak pernah habis dituturkan.
Itulah pengalaman kami liburan sambil bekerja. Bertemu dengan hal-hal baru. Bertemu dengan orang-orang baru yang seakan sudah lama dikenal. Semua jadi termudahkan. Inilah sisi indah dunia. Everything …has a meaning.

  

Jumat, 10 November 2017

Gambino Coffee, Kafein Tinggi untuk Pelari

Kopi dan lari. Dua hal yang berbeda. Kopi jenis minuman, yang mengandung kafein sedangkan lari aktivitas olahraga. Apa yang bisa menghubungkan kopi dan lari? Bagi penggemar lari, ada yang menjadikan kopi sebagai sebagai “suplemen”.

Kini ada Gambino Coffee, minuman kopi siap saji (ready to drink) yang merupakan spesialis di bidang cold brew coffee. Proses cold brew merupakan proses penyeduhan dengan menggunakan air dingin selama 12 sampai 24 jam. “Proses penyeduhan dengan metode cold brew ini menghasilkan minuman kopi dengan beberapa keunggulan, antara lain memiliki tingkat keasaman hingga 67% lebih rendah dibandingkan dengan hot brew coffee, dan memiliki kandungan kafein lebih tinggi,” ujar Wenti Rasjid, Direktur Gambino Coffee.

Ia menambahkan kafein merupakan stimulan alami (natures stimulant) bagi fungsi otak yang dapat meningkatkan fokus dan konsentrasi. Karena itu Gambino Coffee sangat tepat dikonsumsi oleh orang-orang dengan aktivitas tinggi, contohnya orang kantoran. Gambino Coffee juga tepat dikonsumsi oleh para penggemar olahraga, khususnya endurance sport seperti lari maraton, karena dapat menjaga kebugaran dan meningkatkan kinerja fisik selama berolahraga.

“Penelitian juga menyatakan bahwa kafein dalam kopi akan membantu proses pemulihan pascaolahraga serta mengurangi kemungkinan cedera otot pada saat olahraga. Gambino Coffee memiliki varian yang sangat cocok dikonsumsi oleh para atlet yaitu Ammo. Ammo merupakan minuman kopi dalam volume yang lebih kecil, namun dapat meningkatkan energi dan fokus, Ammo juga aman untuk lambung, karena memiliki tingkat keasaman hingga 67% lebih rendah dibandingkan dengan hot brew coffee,” jelasnya.

Konsep penjualan yang diusung oleh Gambino Coffee adalah Grab n Go, sehingga Gambino Coffee sangat cocok untuk dinikmati oleh orang-orang dengan jadwal kesibukan yang padat. (Ngurah Budi)

Kamis, 09 November 2017

Nasir Mattusin: Bekerja Itu Belajar yang Dibayar

Memiliki latar belakang pendidikan non perhotelan namun berkarier di dunia perhotelan dan memegang jabatan tertinggi di hotel. Inilah sosok M. , GM Aston Solo Hotel. Pria kelahiran Meranjat, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, 31 Mei 1957 ini juga dikenal sebagai da’i dan motivator.

“Latar belakang pendidikan saya madrasah dan IAIN. Waktu SMP saya sudah mengajar bahasa Arab dan bahasa Inggris. Saya intinya senang belajar dan yakin kalau kita mau belajar pasti bisa. Tempat belajar bisa dimana saja,” ungkapnya.

M. Nasir Mattusin
Nasir membuktikan keyakinannya saat mengikuti magang kerja di hotel. Ia mengambil tiga shif dalam sehari. Tujuannya bukan materi, tetapi pengalaman. Banyak hal yang bisa ia pelajari dan bisa dijadikan bekal untuk mencapai level berikutnya. Selain itu kegemarannya membaca dan berdiskusi menambah wawasannya.
Kariernya di dunia  perhotelan mulai dari menjadi resepsionis di hotel Swarna Dwipa, Palembang tahun 1980. Dua tahun kemudian ia menjadi Front Office Manager Hotel Dena Bengkulu lalu Manajer Hotel Pantai Nala Bengkulu tahun 1989. Dari Bengkulu, pria yang gemar bermain tenis meja dan bola boli ini menjadi Asisten Manajer Sheraton Lampung sejak 1990.

Kariernya di Sheraton Lampung terus menanjak. Ia sempat menduduki jabatan Front Office Manager, Sales Manager, Hotel Manager hingga General Manager. Nasir merupakan orang Indonesia pertama yang menjadi GM di grup hotel Sheraton. Prestasinya yang lain menjadi pengumpul membership Sheraton terbanyak di dunia dan ia pun dianugerahi penghargaan best of the best.

Dari Lampung, Nasir “terbang” ke Jakarta tahun 2003 menjadi Acting General Manager Sheraton Media Jakarta lalu Executive Assistant Manager Sheraton Bandara Jakarta hingga 2004. Dari Ibu Kota, kariernya menjelajahi Kota Gudeg. Penghobi mincing ini menjadi General Manager Sheraton Mustika Yogyakarta Resort & Spa sampai tahun 2008.

“Saat di Yogyakarta saya punya pengalaman berkesan. Hari Jumat sebelum kejadian gempa Bantul tahun 2006, saya jadi khatib saat shalat Jumat di halaman hotel. Saat itu saya katakan, bencana alam bisa terjadi kapan saja kalau Tuhan sudah murka. Manusia tidak pernah tahu. Usai Jumatan, saya ke bandara tanpa persiapan. Saya pulang ke Lampung karena keluarga di Lampung. Keesokan harinya terjadi gempa bumi. Jaringan komunikasi sulit. Anak buah saya bingung, mereka tidak tahu saya ada di mana. Untungnya ada yang berhasil menghubungi saya. Saya bilang saya di Lampung dan akan balik ke Jogja,” kenangnya.

Sampai di Yogyakarta, Nasir bersyukur karena tidak ada staf hotel maupun tamu hotel yang terluka. Semua berhasil dievakuasi dengan cepat. Hanya ada beberapa kerusakan di bangunan hotel. Demi keamanan, staf dan tamu tidur di depan hotel. Kerja keras tim Sheraton Mustika Yogyakarta diganjar penghargaan oleh media Strait Times karena berhasil menyelamatkan tamu-tamu hotel.

Perjalanan karier Nasir berlanjut ke Bandung dari tahun 2008 hingga 2012. Ia menjadi General Manager Aston Tropicana Hotel & Plaza Bandung. Sejak 2013, pria yang juga senang mengajar dan menjadi motivator ini menjadi General Manager Aston Solo.

Hotel Aston Solo
“Jadi bos tidak boleh hanya duduk saja, harus jalan. Bos juga harus siap dibenti kalau menegakkan kebenaran. Kalau instruksi ya harus dikerjakan, tidak ada ruang diskusi. Kalau marah, marah yang ikhlas seperti marah kepada anak. Sebagai pimpinan juga harus bisa mengombinasikan antara memimpin dengan hati dan memimpin dengan kekuasaan. Kalau memimpin dengan hati saja, pemimpin akan lemah. Kalau memimpin dengan kekuasaan, pemimpin jadi otoriter,” ujar pria yang memiliki moto love  and care ini.
Sebagai GM, Nasir sadar dengan tanggung jawab dan amanah ini. Karenanya ia terus belajar. Baginya bekerja itu belajar yang dibayar. Orang yang bisa hidup adalah orang yang mau bekerja. Bekerjanya harus total dan tuntas.

JAGA BUDAYA
Terkait dengan perkembangan pariwisata saat ini, Nasir mengakui ada perubahan yang signifikan. Dulu, orang yang bekerja di sektor pariwisata khususnya perhotelan dipandang sebelah mata. Namun, seiring perkembangan, sektor pariwisata menjadi sektor unggulan karena tak akan habis. Sekarang tergantung bagaimana komponen pariwisata dan masyarakat saling bersinergi menjaga budaya.

Ia pun mengagumi Bali yang sudah terkenal di dunia pariwisata. Nasir kagum dengan alam Bali yang indah. “Kondisi masyarakat Bali yang majemuk dan memiliki toleransi beragama yang kuat, menjadi kekuatan Bali untuk selalu diingat wisatawan. Selain itu, manusia Bali pun masih teguh memegang adat istiadatnya,” tegasnya.

Nasir juga mengingatkan agar masyarakat Bali maupun Indonesia bisa menjaga keaslian Bali. "Bali itu kalau untuk keindahan alam dan budayanya tidak kalah dengan Malaysia dan Thailand. Malah lebih unggul," katanya. Kekuatan Bali itu harus bisa dijaga sehingga wisatawan tidak meninggalkan Bali. "Bali itu, kalau kita ada di acara-acara internasional, pasti selalu menjadi kebanggaan pelaku pariwisata. Ibaratnya Bali merupakan ikonnya pariwisata nasional," ungkapnya.

Nasir dan keluarga Ngurah Budi
Sebagai praktisi pariwisata, ia melihat ada tiga masalah yang dinilainya masih menjadi persoalan di Bali. Pertama, soal sampah. Perlu ada penanganan yang segera untuk persoalan sampah agar Bali tetap menjadi sebuah destinasi pilihan wisatawan. Kedua, soal kemacetan. Sejumlah jalan-jalan menuju objek wisata di Bali mengalami kemacetan, terutama pada saat libur panjang. Kondisi ini pun, perlu dicarikan solusi sehingga Bali tetap nyaman dikunjungi. Ketiga, menyangkut pewarisan budaya ke generasi muda. Generasi muda harus lebih peduli dengan budaya atau tradisi. Kalau diabaikan, 20-30 tahun ke depan kebudayaan akan hilang. (Ngurah Budi)

"Nglawang" bikin "Liang"



Salah satu hiburan yang dinantikan anak-anak saat Hari Raya Galungan dan Kuningan adalah barong yang nglawang (keliling). Kini yang banyak nglawang adalah seka barong anak-anak. Dalam sehari, bisa ada tiga seka barong yang datang.

“Dari sore sampe petang, sudah ada tiga barong yang datang ke rumah. Mereka saya foto dan videokan untuk diunggah ke medsos biar teman-teman lain juga bisa nonton barong nglawang,” ujar Ata. Seka barong anak-anak ini berasal dari Banjar Samu, Banjar Lambing, dan Banjar Tingas yang berada di wilayah Desa Mekar Bhuana, Abiansemal, Badung.

Wah Gilang, salah satu anggota seka barong menuturkan ia dan teman-temannya nglawang untuk membuat masyarakat liang (gembira). “Kami keliling di seputaran desa saja. Menghibur masyarakat. Anggota seka giliran menari dan menabuh. Semua multitalenta,” ungkapnya.

Uang yang dihasilkan dari nglawang ini dikumpulkan lalu dibagi untuk pemilik barong dan untuk anak-anak yang jadi anggota seka. “Bagi anak-anak, bukan uang yang mereka kejar. Yang penting mereka bisa menyalurkan bakat seni dan menghibur masyarakat. Keberanian mereka untuk tampil di depan umum juga perlu mendapat apresiasi,” kata Ngurah Wijaya, ayah Wah Gilang.

Anak-anak nglawang
Menurut Kadek Suartaya nglawang memiliki makna melanglang lingkungan. Pada awalnya nglawang adalah sebuah ritus sakral magis yang disangga oleh psiko-relegi yang kuat. Benda-benda keramat seperti barong dan rangda misalnya diusung ke luar Pura berkeliling di lingkungan banjar atau desa yang dimaknai sebagai bentuk perlindungan secara niskala kepada seluruh masyarakat. Kehadiran benda-benda yang disucikan itu ditunggu dan disongsong dengan takzim oleh komunitasnya. Penduduk yang dapat memungut bulu- bulu barong atau rangda yang tercecer, dengan penuh keyakinan, menjadikannya obat mujarab atau jimat bertuah.

“Tradisi nglawang dalam konteks sakral magis sebagai persembahan penolak bala itu juga bermakna sama pada pentas nglawang Galungan. Namun dalam perjalanannya, masyarakat Bali yang kreatif tak hanya nglawang mengusung benda-benda sakral namun dibuat tiruannya untuk disajikan sebagai nglawang tontonan. Dalam tradisi nglawang Galungan tersebut, bentuk-bentuk seni balih-balihan seperti arja, janger, atau joged misalnya juga dapat disaksikan masyarakat sebagai hiburan. Masyarakat yang haus hiburan menstimulasi pentas nglawang menjadi wahana berkesenian yang konstruktif dan apresiatif,” ujar dosen ISI Denpasar yang juga pengamat seni ini.


Sebagai seni tontonan, nglawang adalah suguhan seni pentas yang serius tapi juga santai. Untuk mengapresiasinya penonton tidak harus duduk kaku, namun bisa jongkok, berdiri atau bergelayutan, bersentuhan dan bergesekan sembari menikmati alam bebas. Hampir tak ada jarak antara pelaku seni dengan penonton, semua lebur dan menyatu. Kehadiran seni pentas ini tidak terikat oleh tempat, ruang dan waktu. (Ngurah Budi)

Omah Lowo: Rumahnya Kelelawar Solo

Surakarta atau yang lebih dikenal dengan Solo memiliki banyak bangunan peninggalan bersejarah. Salah satunya Omah Lowo. Omah artinya rumah sedangkan Lowo artinya kelelawar. Omah Lowo merupakan sebuah rumah di ujung Jalan Slamet Riyadi dan Jalan Perintis Kemerdekaan, Solo.

Omah Lowo
Rumah bergaya klasik ini menjadi sarang kelelawar. “Kalau pagi sampai sore, hanya terdengar suara kelelawarnya saja. Tetapi, petang hari, saat kelelawar keluar dari Omah Lowo, akan terlihat ribuan kelelawar terbang mencari makan,” ungkap Virginia Anggistania, Public Relations Officer Aston Solo, hotel yang berhadapan dengan Omah Lowo.

Perempuan yang akrab disapa Nia ini menuturkan pemandangan kelelawar terbang di petang hari menjadi atraksi yang menarik bagi tamu hotel Aston. Ada tamu yang menonton dari kamar hotel, lobi hotel, dan dari kolam dan restoran yang berada di lantai 6.

Dari referensi yang ada, Omah Lowo merupakan rumah seluas 1.500 meter persegi di lahan seluas 3.000 meter persegi itu peninggalan Belanda pada abad ke-19. Terakhir, rumah tersebut dihuni saudagar bernama Sie Djian Ho beserta keluarganya di tahun 1945. Sie Djian Ho merupakan pemilik pabrik es, penerbitan, dan perkebunan.

Pada masa peperangan, Omah Lowo sempat menjadi basis persembunyian tentara Indonesia saat Belanda dan Inggris. Rumah ini juga pernah menjadi gedung veteran, lalu menjadi kantor haji dan kamar dagang Kota Surakarta pada tahun 1980-an.“Saat Pak Jokowi menjadi Walikota Surakarta sudah ada rencana untuk membeli Omah Lowo. Kini status Omah Lowo termasuk cagar budaya,” imbuh Nia. (Ngurah Budi)